Perkembangan Historiografi di Indonesia

Minggu, 15 Mei 2011

Perkembangan historiografi di Indonesia
a. Historiografi tradisional
Historiografi tradisional merupakan ekspresi cultural dari usaha untuk merekam sejarah. Dalam historiografi tradisional ada unsure-unsur yang tidak bisa lepas yaitu sebagai karya imajinatif dan sebagai karya mitologi. Historiografi pada masa klasik diwarnai oleh actor-aktor sentries. Menurut para sejarawan penulisan sejarah ( tidak dalam bentuk prasasti ) di Indonesia dimulai oleh Mpu Prapanca yang mengarang kitab NegaraKertagama. Seorang tokoh, yang menjadi actor utama berperan sebagai pemimpin besar. Hasil karya historiografi tradisional antara lain : Carita Parahyangan, Sajarah Melayu, dan Babad.
Cerita Parahyangan memberikan gambaran mengenai peristiwa sejarah yang pernah terjadi di daerah Jawa Barat. Di dalamnya menceritakan kisah sanjaya yang mengalahkan banyak raja – raja di Asia Tenggara. Sedangkan sejarah Melayu sendiri menceritakan tentang Iskandar Zulkarnaen yang berkuasa di Mesopotamia selama tiga abad. Dari beberapa cerita tadi bisa diambil kesimpulan bahwa :
1. Historiografi pada masa klasik diwarnai oleh aktor-aktor sentries. Seorang tokoh, yang menjadi actor utama berperan sebagai pemimpin besar.
2. Historiografi pada masa tersebut sulit dilepaskan dari mitos dan hanya menceritakan kalangan istana saja ( Istana Centirs ).
3. kebanyakan karya-karya tersebut kuat dalam hal geneologi namun lemah dalam hal kronologi.
Bentuk Historiografi Tradisional
1. Mitos
Bentuk ini pada dasarnya merupakan suatu proses internalisasi dari pengalaman spiritual manusia tentang kenyataan lalu di ungkapkan melalui kisah sejarah
2. Genealogis
Bentuk ini merupakan gambaran mengenai pertautan antara individu dengan yang lain atau suatu generasi dengan generasi berikutnya. Sil silah sangat penting untuk melegitimasikan kedudukan mereka.
3. Kronik.
Dalam penulisan ini sudah ada penulisan kesadaran tentang waktu, Namun demikian juga masih di lingkungan kepercayaan yang bersifat kosmosmagis
4. Annals.
Sebenarnya bentuk ini merupakan cabang dari kronik hanya saja bentuk annals ini sudah lebih maju dan lebih jelas, Sudah berusaha membeberkan kisah dalam uraian waktu.
5.Logis
Kisah yang di ungkapkan mengamdungh mitos, legenda, dongeng, asal usul suatu bangsa, kisah disini merupakan merupakan kisah yang merupakan suatu pembenaran berdasar emosi dan kepercayaan.
6. Supranatural
Dalam hal ini kekuatan kekuatan gaib yang tidak bias diterima dengan akal sehat sering terdapat di dalamnya.
Ciri Historiografi Tradisional
1. Oral tradition
Historiografi jenis ini di sampaikan secara lisan, maka tidak dijamin keutuhan redaksionalnya.
2. Anakronistik

Dalam menempatkan waktu sering terjadi kesalahan kesalahan, pernyataan
waktu dengan fakta sejarah termasuk di dalamnya penggunaan kosa kata
penggunaan kata nama dll.
3. Etnosentris
Penulisan selalu bersifat kedaerahan, Hanya terpaut pada suku bangsa tertentu. Dan sangaty berpusat pada kedaerahan.


b. Historiografi Kolonial
Historiografi colonial sering di sebut sebagai Eropa Sentris, Penulisan sejarah semacam ini memusatkan perhatiannya kepada belanda sebagai tempat perjalanan baik pelayaran maupun pemukiman di benua lain. Historiografi semacam ini di tulis oleh penulis-penulis orang asing di dunia timur. Mereka kebanyakan tidak memiliki ferifikasi kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena tulisan semacam ini banyak kekurangannya.
Sumber-sumber historiografi kolonial berasal dari dokumen-dokumen VOC, Geewoon Archief dan Gehem Achief, Wilde Vaart; catatan pelayaran orang orang belanda di perairan, Koloniale Verslagen laporan tahunan pemerintah belanda.
Penggunaan faham seperti ini dan sumber-sumber seperti ini mempersempit pandangan internasional terhadap Indonesia, jika di pakai sumber sejarah kekurangannya terletak pada;
1. Mengabaikan banyak peristiwa peristiwa dari aktivitas bangsa Indonesia
2. Terlalu sempit dan kurang lengkap
3. Terlalu berat sebelah
Untuk menghadapi karya semacam ini dapat menulis menggunakan dan memperhatikan langkah langkah sebagai berikut;
1. Memperluas obyek dengan memperhatikan semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia
2. Menggunakan pendekatan multidimensional
3. Menggunakan konsep ilmu social sehingga memahami peristiwa peristiwa yang terjadi
4. Menekankan mikro history subyek tidak terlalu luas tetapi dikerjakan secara mendalam
5. Konsep yang digunakan adalah sejarah nasional
6. Menerapkan metode sejarah analitis.
Menjelang kemerdekaan Indonesia pada masa kemerdekaan telah muncul karya karya yang berisi perlawanan terhadap pemerintah colonial yang di lakukan oleh pahlawan nasional, Secara umum tulisan ini merupakan ekspresi dan semangat nasionalistis yang berkobar kobar. Periode ini disebut sebagai periode post Revolusi atau Historiografi pada masa Pasaca Proklamasi. Tokoh tokoh nasional menjadi symbol kenasionalan dan memberi identitas bagi bangsa Indonesia, Jenis sejarah semacam ini perlu di hargai sebagai fungsi sosiopolitik, yaitu membangkitkan semangat nasional
c. Historiografi Pasca Kemerdekaan
Penulisan sejarah pada masa pasca kemerdekaan didominasi oleh penulisan mengenai peristiwa-peristiwa yang masih hangat waktu itu, yaitu mengenai perjuangan bangsa Indonesia dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Pada masa ini penulisan sejarah meliputi beberapa peristiwa penting, misalnya proklamasi kemerdekaan Indonesia dan pembentukan pemerintahan Republik Indonesia. Kejadian-kejadian sekitar proklamasi kemerdekaan Indonesia yang meliputi sebab-sebab serta akibatnya bagi bangsa ini merupakan sorotan utama para penulis sejarah.
Fokus penulisan sejarah pada masa ini juga mengangkat tentang tokoh-tokoh pahlawan nasional yang telah berjasa dalam memperjuangkan kemerdekaan dan bahkan banyak biografi-biografi tokoh pahlawan nasional yang diterbitkan misalnya saja Teuku Umar, Pangeran Diponegoro, atau Imam Bonjol. Selain biografi tentang pahlawan nasional, banyak juga ditemui tulisan mengenai tokoh pergerakan nasional seperti Kartini, Kiai Haji Wahid Hayim. Biografi-biografi tersebut diterbitkan dimungkinkan karena alasan untuk menumbuhkan rasa nasionalisme diantara kalangan masyarakat. Pada kondisi dimana sebuah Negara beau berdiri, nasionalisme sangatlah penting mengingat masih betapa rapuhnya sebuah Negara tersebut seperti bayi yang baru lahir, sangat rentan terhadap penyakit baik dari dalam maupun dari luar. Dan nasionalisme menjaga keutuhan sebuah Negara tersebut agar tetap tegar dan tumbuh menjadi sebuah Negara yang makmur dikemudian hari.
Pada masa ini mulai muncul lagi penulisan sejarah yang Indonesia sentris yang artinya penulisan sejarah yang mengutamakan atau mempunyai sudut pandang dari Indonesia sendiri. Pada masa sebelumnya yaitu masa colonial, penulisan sejarah sangat Eropa sentris karena yang melakukan penulisan tersebut adalah orang-orang eropa yang mempunyai sudut pandang bahwa orang eropa merupakan yang paling baik. Pada masa kemerdekaan ini penulisan sejarah telah dilakukan oleh bangsa sendiri yang mengenal baik akan keadaan Negara ini, jadi dapat dipastikan bahwa isi dari penulisan tersebut dapat dipercaya. Penulisan sejarah yang Indonesia sentris memang sudah dimulai jauh pada masa kerajaan-kerajaan, tetapi kemudian ketika bangsa barat masuk ke Indonesia maka era penulisan sejarah yang Indonesia sentris mulai meredup dan digantikan oleh historiografi yang eropa sentris.
Penulisan sejarah tentu saja berisi mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lalu, dan tentu saja sangat berkaitan erat dengan tokoh yang menjadi aktor atau pelaku sejarah tersebut. Pada peristiwa proklamasi kemerdekaan Indonesia yang menjadi sorotan utama adalah tokoh nasional yang sering disebut sebagai Dwitunggal yaitu Soekarno dan Moh. Hatta. Dua tokoh inilah yang menjadi tokoh utama dalam peristiwa proklamasi tersebut, disamping tentu saja sangat banyak tokoh-tokoh lain yang turut berperan dalam peristiwa tersebut.
d. Historiografi Indonesia Modern
Historiografi Indonesia modern dimulai sejak diselenggarakannya Seminar Sejarah Nasional Indonesia di Yogyakarta dimulai pada tahun 1957. Semenjak itu penulisan sejarah Indonesia mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi di Indonesia ditulis oleh orang Indonesia sendiri. Sehingga dengan demikian dapat dilihat perkembangan Indonesia-sentris yang mulai beranjak. Tentu saja hal ini sangat berpengaruh bagi perkembangan sejarah itu sendiri. Berbagai peristiwa yang terjadi di Indonesia ditulis oleh orang Indonesia sendiri, dengan demikian tentu saja objektivitasnya dapat dipertanggung jawabkan karena yang menulis sejarah adalah orang yang berada pada saat peristiwa tersebut terjadi atau setidaknya
Pada masa ini juga terdapat terobosan baru, yaitu munculnya peranan-peranan rakyat kecil atau wong cilik sebagai pelaku sejarah yang bisa dibilang diperopori oleh Prof. Sartono kartodirjo. Semenjak itu khasanah historiografi Indonesia bertambah luas. Selama ini penulisan sejarah boleh dikatakan didominasi oleh para tokoh-tokoh besar saja seperti para pahlawan kemerdekaan, ataupun tokoh politik yang berpengaruh. Hal tersebut tentu saja tidak jelek, karena pada masa itu yaitu sekitar kemerdekaan, bisa dibilang historiografi dipakai sebagai pemicu rasa nasionalisme ditengah-tengah masyarakat yang baru tumbuh. Oleh karena itu pada masa itu historiografi hanya berisi mengenai biografi dan penulisan tentang tokoh-tokoh besar saja.
Perpindahan pandangan penulisan sejarah yang semula Eropa-sentris menuju Indonesia-sentris tentu saja sangat berpengaruh bagi perkembangan historiografi selanjutnya. Karena pada masa penjajahan Belanda historiografi Indonesia memiliki ciri Eropa-sentris yaitu lebih memadang bangsa Eropa sebagai yang paling baik, dan bangsa diluar tersebut adalah tidak baik. Tetapi dengan berubahnya pandangan menjadi Indonesia-sentris memungkinkan bangsa Indonesia tidak lagi dipandang sebagai bangsa rendahan. Perkembangan yang terlihat pada penulisan sejarah Indonesia adalah kata-kata "pemberontakan" yang dahulu sering ditulis oleh para sejarawan Eropa kini berganti menjadi "perlawanan" atau "perjuangan" hal tersebut logis karena sebagai bangsa yang terjajah tentu saja harus melawan untuk mendapatkan kemerdekaan dan kebebasan.
Tetapi pada perkembangan setelah Seminar Sejarah tahun 1957 muncul beberapa permasalahan yang tampaknya cukup mengganggu, yaitu para sejarawan cenderung hanya mengekor pada tradisi historiografi colonial, dalam artian para sejarawan tidak dapat memanfaatkan tradisi keilmuan sosial dalam melakukan penelitian sejarah. Pada permasalahan selanjutnya adalah sejarawan seringkali hanya memfokuskan pada persoalan Indonesia saja, padahal ada persoalan besar yang berkaitan dengan dunia swecara global. Tetapi tentu saja hal tersebut kemudian menjadi bahan refleksi untuk perkembangan historiografi selanjutnya.





PERKEMBANGAN PENULISAN SEJARAH INDONESIA
Penulisan sejarah (historiografi) di Indonesia umumnya digolongkan kedalam tiga tahapan perkembangan yaitu historiografi tradisional, historiografi kolonial, dan historiografi modern Indonesia. Dan setiap historiografi tersebut masing-masing memililiki ciri-ciri yang berbeda dan jenis yang dihasilkanpun berbeda.

Historiografi Tradisional
Historiografi tradisional adalah tradisi penulisan sejarah yang berlaku pada masa setelah masyarakat Indonesia mengenal tulisan, baik pada Zaman Hindu-Budha maupun pada Zaman Islam. Ada pada abad 4 M sampai abad 17 M.
Hasil tulisan sejarah dari masa ini sering disebut sebagai naskah.
Contoh Historiografi tradisional:
Babad Tanah Jawi, Babad Kraton, Babad Diponegoro, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Silsilah Raja Perak, Hikayat Tanah Hitu, Kronik Banjarmasin, dsb.

Adapun ciri-ciri historiografi tradisional yaitu:
• Penulisannya bersifat istana sentris yaitu berpusat pada keinginan dan kepentingan raja. Berisi masalah-masalah pemerintahan dari raja-raja yang berkuasa. Menyangkut raja dan kehidupan istana.
• Memiliki subjektifitas yang tinggi sebab penulis hanya mencatat peristiwa penting di kerajaan dan permintaan sang raja.
• Bersifat melegitimasi (melegalkan/mensahkan) suatu kekuasaan sehingga seringkali anakronitis (tidak cocok)
• Kebanyakan karya-karya tersebut kuat dalam genealogi (silsilah) tetapi lemah dalam hal kronologi dan detil-detil biografis.
• Pada umumnya tidak disusun secara ilmiah tetapi sering kali data-datanya bercampur dengan unsur mitos dan realitas (penuh dengan unsur mitos).
• Sumber-sumber datanya sulit untuk ditelusuri kembali bahkan terkadang mustahil untuk dibuktikan.
• Dipengaruhi oleh faktor budaya masyarakat dimana naskah tersebut ditulis sehingga merupakan hasil kebudayaan suatu masyarakat.
• Cenderung menampilkan unsur politik semata untuk menujukkan kejayaan dan kekuasaan sang raja.

Banyak sejarawan yang awalnya sampai tahun 1960-an tidak mau menggunakan naskah-naskah tersebut sebagai sumber atau referensi karya ilmiah. Akan tetapi, pada perkembangannya karena melalui berbagai penelitian membuktikan bahwa bayak hal yang ditulis dalam naskah tradisional tersebut dapat terungkap pula dalam sumber-sumber sejarah yang lain maka mereka mulai menganggap bahwa naskah/ historiografi tradisional tersebut dapat pula dijadikan sumber atau acuan sejarah.


Historiografi Kolonial
Ada pada abad 17-abad 20 M.
Historiografi kolonial merupakan historiografi warisan kolonial dan penulisannya digunakan untuk kepentingan penjajah.
Ciri-cirinya:
ü Tujuannya untuk memperkuat kekuasaan mereka di Indonesia. Jadi disusun untuk membenarkan penguasaan bangsa mereka terhadap bangsa pribumi (Indonesia). Sehingga untuk kepentingan tersebut mereka melupakan pertimbangan ilmiah.
ü Selain itu semuanya didominasi untuk tindakan dan politik kolonial.
ü Historiografi kolonial hanya mengungkapkan mengenai orang-orang Belanda dan peristiwa di negeri Belanda serta mengagung-agungkan peran orang Belanda sedangkan orang-orang Indonesia hanya dijadikan sebagai objek.
ü Historiografi kolonial memandang peristiwa menggunakan sudut pandang kolonial. Sifat historiografi kolonial eropasentris.
ü Ditujukan untuk melemahkan semanangat para pejuang atau rakyat Indonesia.

Seperti contohya: Orang Belanda menyebut ”pemberontakan” bagi setiap perlawanan yang dilakukan oleh daerah untuk melawan kekuasaan Belanda/ kekuasaan asing yang menduduki tanah airnya. Oleh Belanda itu dianggap sebagai ”perlawanan terhadap kekuasaannya yang sah sebagai pemilik Indonesia”. Seperti Perlawanan yang dilakukan oleh Diponegoro, Belanda menganggap itu sebagai ”Pemberontakan Diponegoro”.

Telah ada upaya untuk melakukan kritik terhadap beberapa tulisan orang Belanda seperti tulisan Geschiedenis van Nederlandsche-Indie (Sejarah Hindia Belanda) oleh Stapel yang dikritik J.C van Leur. Salah satu ungkapannya”jangan melihat kehidupan masyarakat hanya dari atas geladak kapal saja”, artinya jangan menuliskan masyarakat Hindia hanya dari sudut penguasa saja dengan mengabaikan sumber-sumber pribumi sehingga peranan pribumi tidak nampak sementara yang ada hanyalah aktivitas bangsa Belanda di Hindia.
Tetapi justru pendapat Stapel yang tenar di kalangan masyarakat Indonesia, salah satu pendapatnya yang masih dipercaya dan melekat dalam benak sebagian besar masyarakat Indonesia adalah bahwa bangsa Indonesia telah dijajah Belanda selama 350 tahun (1595-1545). Hal ini berarti bahwa bangsa Indonesia dijajah sejak tahun 1595 sewaktu Cornelis de Houtman berangkat dari negeri Belanda untuk mencari pulau penghasil rempah-rempah di dunia Timur. Dia sampai di Indonesia tahun 1596. Indonesia masih mengalami kekuasaan VOC (1602-1619), Inggris (1811-1816), Van den Bosh (1816-1830), Penghapusan Tanam Paksa(1830-1870), Liberalisme (1870-1900), Politik Etis (1900-1922), Sistem Administrasi Belanda (1922-1942), Jepang (1942-1945).


Historiografi Modern Indonesia/ historiografi nasional
Ada pada abad 20 M- sekarang. Setelah kemerdekaan bangsa Indonesia maka masalah sejarah nasional mendapat perhatian yang relatif besar terutama untuk kepentingan pembelajaran di sekolah sekaligus untuk sarana pewarisan nilai-nilai perjuangan serta jati diri bangsa Indonesia.
Ditandai dengan:
Ø Mulai muncul gerakan Indonesianisasi dalam berbagai bidang sehingga istilah-istilah asing khususnya istilah Belanda mulai diindonesiakan selain itu buku-buku berbahasa Belanda sebagian mulai diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Ø Mulai Penulisan sejarah Indonesia yang berdasarkan pada kepentingan dan kebutuhan bangsa dan negara Indonesia dengan sudut pandang nasional.
Ø Orang-orang dan bangsa Indonesialah yang menjadi subjek/pembuat sejarah, mereka tidak lagi hanya sebagai objek seperti pada historiografi kolonial.
Ø Penulisan buku sejarah Indonesia yang baru awalnya hanya sekedar menukar posisi antara tokoh Belanda dan tokoh Indonesia.
Jika awalnya tokoh Belanda sebagai pahlawan sementara orang pribumi sebagai penjahat, maka dengan adanya Indonesianisasi maka kedudukannya terbalik dimana orang Indonesia sebagai pahlawan dan orang Belanda sebagai penjahat tetapi alur ceritanya tetap sama.

Keadaaan yang demikian membuat para sejarawan dan pengamat sejarah terdorong untuk mengadakan ”Kongres Sejarah Nasional” yang pertama yaitu pada tahun 1957. Pada kongres kedua namanya diubah menjadi ”Seminar Nasional Sejarah”, membicarakan mengenai rencana untuk pembuatan sebuah buku sejarah nasional baru dengan harapan dapat dijadikan semacam buku referensi.

Oleh karena itu penulisan sejarah yang seharusnya adalah:
1. Sebuah penulisan yang tidak sekedar mengubah pendekatan dari eropasentris menjadi indonesiasentris, tetapi juga menampilkan hal-hal baru yang sebelumnya belum sempat terungkap.
2. Penulisan sejarah dengan cara yang konvensional (yang hanya mengandalkan naskah sebagai sumber sejarah) yang bersifat naratif, deskriptif, kedaerahan, serta tema-tema politik dan penguasa diganti dengan cara penulisan sejarah yang kritis (struktural analitis)
3. Menggunakan pendekatan multidimensional.
Caranya yaitu dengan menggunakan teori-teori ilmu sosial untuk menjelaskan kejadiaan sejarah sesuai dengan dimensinya dengan menggunakan sumber-sumber yang lebih beragam daripada masa sebelumnya.
4. Mengungkapkan dinamika masyarakat Indonesia dari berbagai aspek kehidupan yang kemudian dapat dijadikan bahan kajian untuk memperkaya penulisan sejarah Indonesia.
Sebagai contoh:
Tulisan berjudul ”Pemberontakan Petani di Banten 1888” oleh Sartono Kartodirdjo, seorang sejarawan Indonesia pertama yang menggunakan metode multidimensional dalam penulisannya.

Penulisan sejarah Indonesia modern bertujuan untuk melakukan perbaikan dengan menggantiklan beberapa hal seperti:
• Adanya pandangan religio-magis serta kosmologis seperti tercermin dalam babad atau hikayat diganti dengan pandangan empiris-ilmiah.
• Adanya pandangan etnosentrisme diganti dengan pandangan nationsentris.
• Adanya pandangan sejarah kolonial-elitis diganti dengan sejarah bangsa Indonesia secara keseluruhan yang mencakup berbagai lapisan sosial.

2 komentar:

Pradipta Puteri Paramastri mengatakan...

iin,
gilee, buanyak buanget. cinta sama sejarah yaa??
berapa lama itu ngetiknya??
wow!!

Dwi Wuri Mud'mainah mengatakan...

haha
itu tugas sejarah yang dulu tu loo..
tak masukin sini aja buat nambah2in
:D

I ♥ musik ♪ ♫ I ♥ photograph I ♥ my mom I ♥ my father I ♥ my brother I ♥ my ister And I ♥ myself

Diberdayakan oleh Blogger.